"Ibuuk…,Ibuk lagi ngapain ?" Anak kecilku penasaran melihat ibunya menyiapkan bahan presentasi. Ya, aku memang sedang sibuk menyiapkan diri untuk acara sosialisasi Beasiswa ke alumni nanti malam.
Wajar jika dia bertanya, karena hari-hari ini adalah hari yang padat. Aku berkali-kali meminta izin pada anakku, meminta pengertiannya, bahwa aku harus meeting setiap Jumát malam. Pertemuan demi pertemuan silih berganti, dengan Fakultas, BEM, juga teman-teman yang tergabung dalam tim beasiswa organisasi alumni. Kami sedang mengejar momen yang tepat agar program beasiswa ini dapat berjalan dengan baik.
Sedetik aku pun seperti melihat diriku, sekitar dua puluh lima tahun yang silam. Momen dimana almarhum Bapak sering menemui Pak Dewa yang bertamu ke rumah. Kalau aku ingat lagi, momennya selalu bertepatan dengan menjelang datangnya tahun ajaran baru. Tidak hanya itu, juga ada Mbak Murni. Mbak Murni sempat menjadi ART rumah kami namun sudah lama berhenti. Meskipun begitu, hubungan silaturahmi kami tetap terjaga. Ibuku sesekali meminta tolong Mbak Murni kalau diperlukan.
Ternyata Bapak dan Ibu sering didatangi Pak Dewa dan Mbak Murni karena mereka mengajukan permohonan keringanan biaya untuk sekolah anak mereka. Bapak memang merupakan salah satu pengurus Yayasan Pendidikan dimana anak-anak mereka bersekolah. Sepanjang yang aku ingat, Bapak selalu berbincang dengan santun, tenang, dan menjadi pendengar yang baik. Yang diobrolkan pun bermacam-macam, dan tidak langsung mengenai uang sekolah. Ya, rumah kami yang tidak begitu besar memang membuat segala obrolan tamu, dapat terdengar. Lain halnya dengan Mbak Murni, biasanya ngobrol dengan Ibu sambil membantu Ibu di ruangan yang diperlukan. Kalau Ibu, karena sudah akrab, Ibu pun mendengarkan dengan santai namun tetap perhatian.
Setelah Pak Dewa pulang, biasanya Bapak masuk ke rumah dengan raut muka yang khas; tenang nan sendu. Lalu Bapak bercerita, Pak Dewa sebenarnya sungkan untuk tiap tahun datang untuk minta keringanan uang sekolah. Tapi, Pak Dewa juga sampai pada titik, tidak tahu lagi mau minta kemana. Pindah sekolah tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena mungkin malah membutuhkan dana baru seperti seragam dan lain-lain. Pak Dewa bercerita tentang pekerjaannya, juga kehidupannya.
Biasanya aku terus bertanya, terus dikasih nggak? Dikasih pengurangannya berapa? Bapak bercerita dia harus memberikan semacam rekomendasi ke sekolah untuk mendapatkan pengurangan biaya. Dan berlanjut dengan mengobrol sambil makan malam. Bapak memberikan banyak insight tentang pentingnya pendidikan, namun juga perjuangan tiap keluarga yang berbeda untuk tetap bisa bersekolah. Aku manggut-manggut mendengar Bapak bercerita bahwa permohonan pengurangan biaya sekolah ini, bukan hal yang baru. Selalu ada setiap tahunnya, dan ada banyak Pak Dewa-Pak Dewa yang lain. Dengan berjuta cerita. Momen-momen seperti ini sering terjadi karena kebetulan Bapak selain menjadi pengurus Yayasan juga menjadi staf pengajar di suatu universitas. Tanpa aku sadari, sesuatu muncul dalam hatiku.
Sekian tahun kemudian, aku berada dalam posisi yang hampir serupa. Namun kini, aku sebagai alumni tempatku berkuliah dulu, berhadapan dengan kenyataan ada mahasiswa-mahasiswa yang kesulitan menyelesaikan perkuliahannya karena keadaan keluarga yang kurang kondusif dan mengalami kesulitan finansial. Beberapa mahasiswa pun terdampak. Organisasi alumni tempat kami bernaung, merasakan getaran ini juga.
Aku mulai merasakan apa yang Bapak dan Ibu rasakan dulu. Apa ya,yang bisa kita lakukan? Pasti sekecil apapun itu, maunya ya membantu ya. Perjalanan rasa menuju cukup sudah semestinya kita miliki. Jadi ketika kita merasa cukup, kelebihan yang ada, sudah ada tempatnya.
Ah, akupun kembali melihat tatapan mata si kecil yang ada di hadapanku. Kuceritakan kepadanya, bahwa ada satu sisi hidup yang harus diketahui juga olehnya. Mungkin saat ini ia belum paham, namun aku berharap suatu hari nanti, ia akan mengerti. Bagiku, apa yang orang tuaku tunjukkan, sudah cukup kuat menjadi bukti, bahwa apa yang dilakukan dari hati, memang akan sampai ke hati ini. Sudah pasti ada jutaan memori, namun mengapa ini yang tertinggal di hati?
Bapak, Ibu, terima kasih telah memberikan teladan ini. Mengajarkan peduli, meski tak selalu menjadi satu-satunya solusi. Menumbuhkan empati dengan cara bersilaturahmi. Aku yakin, ini salah satu value yang akan terus terpatri sepanjang hidup ini. Karena sejarah mengajarkan, peduli adalah kunci untuk terus mau berbagi.
Singapura, 30 Agustus 2023