Aku dan Bendera

Agustus 29, 2022



"Bendera, Siap!"
Suara lantang petugas pengibar bendera kebangsaan Merah Putih terdengar mantap dan penuh khidmat.
Demikian pun para peserta upacara. Semua pandangan mata tertuju pada megahnya lembaran merah putih yang siap dinaikkan.
Tak lama, alunan orkestra lagu Indonesia Raya berkumandang. Bendera merah putih, bendera kebanggaan rakyat Indonesia, selamat sampai di ujung tiang dan berkibar megah di sana.

Ya, Momen mengibarkan bendera pada detik-detik proklamasi perayaan 17 Agustus di istana adalah salah satu momen yang selalu menarik perhatianku.


Ingatanku melayang sekitar dua puluh tahunan yang lalu. Waktu itu, aku masih duduk di bangku SMA.  Seperti biasa, setiap kelas mendapatkan giliran untuk menjadi petugas upacara. Mulai dari pembawa acara, petugas pengibar bendera, pembaca UUD '45, juga tim paduan suara.

Kelas kami mendapatkan giliran menjadi petugas upacara bendera di akhir Agustus.  Beberapa kali kelas kami harus merelakan waktu pulang sekolah sedikit lebih lambat untuk berlatih. Mulai dari pembagian tugas, sampai melatih peran kami.

Tentu saja, tim pengibar bendera mendapatkan perhatian khusus. Tiga orang rekan laki-laki dari kelas kami sudah dipilih. Oya, pelatih kami adalah Tim Pleton Upacara yang merupakan tim inti baris-berbaris sekolah. Setelah menjalani beberapa kali latihan, kami pun dianggap sudah bisa menjalankan tugas. 

Tibalah waktu itu, Senin pagi. 

Sama seperti hari Senin yang lain, selalu terasa berat. Sepertinya, waktu akhir pekan selalu kurang. Belum lagi bawaan kami. Entah mengapa beban pelajaran tiap Senin selalu lebih, sehingga buku yang kami bawa serasa bertambah berkilo-kilo. 

But, the show must go on. 

Aku dan seluruh teman-teman sekelas sudah paham tugas dan bagian masing-masing. Kebetulan aku menjadi pemimpin paduan suara. Ketika semua sudah siap, maka dimulailah upacara bendera pagi itu.

Satu demi satu, acara berlalu. Sampai pada akhirnya, pengibaran bendera dimulai.

Aku sudah menempatkan diriku untuk memimpin paduan suara. 

Aku sudah paham, ketika ada suara, "Bendera, Siap!" terdengar, maka itulah saatnya aku mulai memimpin teman-teman bernyanyi. 

Aku sudah dalam posisi mengangkat tangan, dan menghadap teman-teman bernyanyi.


Detik-detik terus berjalan. Karena aku menghadap teman-teman, aku tidak melihat sampai di mana teman-teman pengibar bendera bertugas. Ya, aku membelakangi mereka. Dan menunggu kode suara itu.

Perasaanku mulai tidak enak. Mengapa lama sekali? Harusnya tidak selama ini.

Di saat yang sama aku berpikir tentang ini, tak sampai sedetik, pandangan mata teman-teman di hadapanku yang siap bernyanyi, sangat aneh. Ada yang melotot, tegang, mulut terbuka, tapi berusaha tetap terkontrol. Ada yang mulai pucat. Aku merasa, ada yang salah. Ada yang salah.

Salah satu teman di hadapanku berbisik lirih, .."Benderanya, terbalik..."

 Kami semua menahan nafas. Aku, sama sekali tidak berani menoleh ke belakang untuk melihat insiden itu. Ya,bukan bendera Indonesia, namun bendera Polandia yang tampak oleh seluruh peserta upacara bendera pagi itu. Kami semua, lemas.

Dalam hitungan detik, aku berasa mengendalikan diri. Jadi, sekarang teman-teman petugas pengibar bendera diberikan waktu untuk membetulkan posisi bendera. Saat itu juga, kami semua pun kembali fokus pada tugas masing-masing. Again, the show must go on.

Suara "Bendera, Siap!" itu terdengar. Aku pun berusaha menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.  Demikian pula teman-teman kami. Menyanyikan Lagu Indonesia Raya dengan penuh semangat, sampai akhir. Seolah-olah kami berusaha menutupi khilaf kawan-kawan kami, yang baru saja terjadi. Meskipun kami tahu, itu tak akan pernah cukup. 

Tidak berhenti di situ saja. Usai upacara, kami dikumpulkan oleh pelatih upacara. Sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi. Ada konsekuensi yang sudah menunggu. Kami harus berlari keliling kampus dengan tas berat di punggung. Dan puncaknya, entah karena tegang dan lelah lahir batin, aku pun tumbang dengan sukses. Aku pingsan di tengah jalan dan harus diangkut ambulan sekolah menuju poliklinik kami. Lengkap sudah penderitaan pagi itu. 

Kejadian berkibarnya bendera Polandia di tengah lapangan dalam sebuah upacara bendera adalah suatu kenangan  yang tidak bisa dilupakan. Bahkan ketika kami melakukan reuni dua tahun yang lalu, kejadian tersebut masih saja dibahas. Tentu sekarang kami sudah bisa tertawa. Namun, itu menjadi pengikat kami bahwa kami pernah sama-sama melakukan kesalahan. Tidak bisa diubah, namun akan selalu jadi sejarah. 

Pelajaran bagiku yang bisa kuambil adalah lagi-lagi, sesiap apapun kita dalam merencanakan sesuatu, kadang ada saja hal-hal di luar prediksi yang bisa terjadi. Sungguh, kalau yang terjadi adalah sesuatu yang tidak diharapkan, kita harus siap untuk bangkit lagi. Inilah hidup, jatuh dan bangun adalah suatu keniscayaan. 

Dan pada akhirnya, sama dengan yang sedang digaungkan di bulan Agustus ini, semoga kita semua "Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat!"


#RumbelLiterasiIPAsia











You Might Also Like

0 komentar