Memaknai Ridha Allah Dalam Segala Situasi
Mei 02, 2021Minggu lalu, ada dua agenda Ramadan yang saya ikuti, dari dua komunitas yang berbeda. Namun keduanya membahas tema yang sama. Intinya adalah tentang kedekatan seorang muslim dengan kitab sucinya, Al-Qurán. Maka tulisan berikut ini, saya niatkan untuk mengikat ilmu.
Saya tidak mengelak, perjalanan saya dengan Al-Qurán ada jatuh dan bangunnya. Dari saya kecil sampai sekarang, meskipun Al-Qurán selalu ada di kamar, namun kadar kedekatannya bisa dibilang segitu-segitu saja. Kadang saya baca, kadang (astaghfirullah) pernah sebulan baru saya baca lagi. Membaca Qurán bisa sih, tapi posisi di hati, saya pun tak bisa menentukan, dimana ia berada ketika itu. Meski ia terlihat, namun hati belum sepenuhnya terjerat. Saya pun banyak bertanya dalam diri, bagaimana orang bisa segitu cintanya kepada Al-Qurán ? Usaha apa yang harus dilakukan seorang hamba, hingga ia sangat mencintai Al-Qurán?
Kajian pertama adalah dari salah satu member Ibu Profesional Asia. Beliau adalah seorang hafizah dan penulis buku. Biasa disapa Mba Kia. Tema utama kajian siang itu adalah tentang Menjemput Berkah-nya Waktu di Bulan Ramadan. Namun selain itu, beliau juga banyak mengingatkan tentang cara memperbaiki hubungan dengan Allah SWT. Juga tentang hubungan beliau dengan ibunya, yang menjadi sumber kekuatan dan inspirasi mba Kia dalam menghafalkan Qurán.
Berkah adalah kenikmatan dan kebaikan yang dirasakan terus menerus. Sampai disini sudah sangat jelas bahwa Ramadan adalah waktu yang istimewa yang seharusnya tidak disia-siakan keberadaannya. Belum tentu kita akan disampaikan di Ramadan tahun berikutnya, maka seharusnya kita merasa sangat rugi jika tidak memanfaatkan bulan ini dengan sebaik-baiknya. Menurut Mba Kia, salah satu sumber keberkahan waktu dalam Ramadan adalah menghabiskan waktu dengan Al-Qurán.
Ada beberapa quotes menarik yang akan saya ikat. Tujuan utama tentu untuk menjadi pengingat sendiri, dan siapa tahu dapat bermanfaat bagi orang lain.
Satu kisah istimewa adalah ketika mba Kia menceritakan kecintaan ibu dan ayahnya terhadap Qurán. Seingat mba Kia, dari kecil mba Kia tidak pernah disuruh menghafalkan Qurán. Namun, Mba Kia, bercerita bahwa ketika kecil hal yang sangat diingat adalah bagaimana ibu dan ayahnya selalu memegang dan membaca Qurán ketika kecil. Walaupun kedua orang tuanya sama-sama bekerja di ranah publik, tidak menjadikan alasan bagi keduanya untuk tidak membuka Qurán setiap selesai melaksanakan ibadah sholat Maghrib. Kecintaan orang tuanya terhadap Qurán ternyata sangat membekas di memori mba Kia. Bagaimana mesranya hubungan orang tuanya dengan Al-Qurán, yang sangat mungkin menjadikan mba Kia pun, mencintai Al-Qurán.
Dan.. sebuah epilog menohok dari sang Hafizah..
Bagi saya, sharing dari mba Kia membantu saya untuk memaknai ulang arti sebuah ridha dari Allah SWT. Ridha-kah Allah dengan apa yang saya lakukan ini? Sudah yakin apa yang saya lakukan sampai dengan saat ini cukup untuk membuktikan cinta saya padaNya?
Kedua, adalah kajian yang saya ikuti bersama Ustadzah saya di Singapura. Tahsin North, demikian kelompok pengajian kami dinamakan. Ketika khataman, beliau sedikit memberikan tausiyah yang berkaitan tentang pentingnya kedekatan seorang muslim dengan Qurán.
Mba Irma, Ustadzah kami, membuka tausiyahnya tentang keberkahan dari membaca, men-tadaburi dan mengamalkan Qurán. Ketika kita dekat dan berinteraksi dengan Qurán, maka keberkahanlah yang akah didapat. Serupa dengan yang diungkapkan mb Kia di atas, keberkahan adalah kebaikan yang banyak.
Baca juga tulisan tentang Mba Irma disini.
Bagaimanapun juga, membaca Al-Qurán adalah sebagai sarana kita memahami apa yang disampaikan oleh Allah SWT. Untuk memahami surat cinta dari Allah, tentu setiap orang memiliki caranya sendiri. Semua orang tentu memiliki pemahaman sendiri-sendiri, bagaimana Qurán ada dalam hidupnya. Namun yang pasti, Allah tidak membiarkan manusia berpetualang di dunia ini, tanpa petunjuk, tanpa pedoman dan cara main. Ketika saya merasa susah sekali memahami Qurán, saya juga sadar, Qurán merupakan petunjuk bagi orang-orang yang mau berpikir dan mentadaburinya. Dan ketika kita bisa mengamalkannya, maka hanya rahmat dan ridho dari Allah SWT yang kita nanti. Kita masuk jannah, bukan hanya karena amalan semata, namun karena rahmat dan ridha dari Allah SWT.
Pertanyaan saya lagi-lagi muncul, bagaimana cara agar kita terus dapat mencintaiNya? Bagaimana agar kita terus bisa mendekatkan diri dengan Al-Qurán? Bagaimana agar Allah ridha kepada kita melalui Al-Qurán?
Mba Irma memberikan salah satu tips penting dalam meluangkan waktu membaca AL-Qurán.
Allah bisa saja dengan mudahnya, memberikan kesibukan dunia yang luar bisa sehingga kita tidak bisa meluangkan waktu.
Maka:
1. Kita harus memaksa diri kita untuk membaca Quran. Tetapkan berapa minimal ayat atau minimal halaman yang harus kita baca setiap hari.
2. Lakukan setiap hari, sehingga menjadi suatu kebiasaan. Anda rajin menulis pengeluaran? Mencatat mood tracker atau menu harian? Maka sekarang, tambahkan Qurán tracker. Tandai, sudahkah kita membaca Qurán hari ini?
3. Setelah menjadi terbiasa, maka lama-lama akan menjadi suatu kebutuhan. Kita akan merasakan bahwa ada yang hilang kalau kita tidak membaca Qurán. Dan ketika sudah mencapai tahap kebutuhan, maka akan ditemukan apa yang disebut kenikmatan. Nikmatnya keberkahan hanya dapat dirasakan oleh mereka yang terus menemukan cintaNya dalam membaca Al-Qurán.
Maka lagi-lagi, yang dibutuhkan adalah keistiqomahan dalam berproses. Bukan kali pertama tentu saja saya mendengar ini. Mungkin juga Anda, para pembaca. Namun manusia memang perlu saling mengingatkan. Jadikan tujuan hidup kita untuk mendapatkan ridha dan rahmatNya. Dalam keadaan apapun itu..mengingat Allah akan membuat kita tenang. Namun saya sebagai manusia biasa, perlu mendapatkan penguatan, karena terkadang goyah juga iman ini. Terkadang terjatuh juga jiwa ini.
Namun, kembali ke hal pertama yang bisa saya lakukan, saya harus bisa memaksa diri ini... agar tercapai kedekatan dengan Ilahi. Agar Allah bisa ridha dengan apa yang kita lakukan. Pahami lewat Al-Qurán. Tumbuhkan cinta kepada Al-Qurán, hingga sampai waktnya Allah ridha dengan jalan yang kita tempuh, dalam segala situasi.
Pertanyaan lain muncul dalam diri.
Sudahkah Allah ridha dengan apa yang kita lakukan selama ini ? Apa iya, sudah cukup yang kita lakukan selama ini?
Well, mungkin hanya kita dan Allah yang tahu jawabnya. Tidak ada salahnya, kita menelaah diri kembali di tengah perjalanan, sebelum kita melangkah lagsi. Mungkin benar ada ribuan cara untuk mencapai surgaNya. Namun sebagai orang yang masih terus mencari cara untuk terus dekat denganNya, saya sadar sepenuhnya. Bahwa masih ada ruang yang bisa diupayakan, agar bisa lebih dekat dengan Al-Qurán. Bahwa dalam setiap situasi, ridha Allah akan hadir ketika kita berusaha mengamalkan ayat-ayat cintanya, tanpa terkecuali.
Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Salam,
A.N.Y
0 komentar