Belajar Membaca Untuk Anak Mulai Dari Mana, Ya? (Bagian 2)

April 22, 2021

 



Yuk, saya lanjutkan sharingnya yah. 

Saya sebenarnya tidak memiliki rencana untuk membuat anak cepat-cepat membaca. Saya tahu, proses bisa membaca itu tidak bisa dipaksakan. Saya menunggu anak memang memiliki ketertarikan.  Ketika menjadi guru TK, pekerjaan saya salah satunya mencari buku untuk keperluan lesson plan dan tugas anak-anak. Saya melihat di Singapura ini, perpustakaan adalah salah satu hal yang luar biasa. Hampir disetiap di setiap kelurahan mungkin ya istilahnya atau bagian wilayah, pasti ada perpustakaan. Tentu saja saya terpana, karena saya memang membandingkannya dengan perpustakaan yang ada di negara sebelah sana. Sudahlah nyaman, buku pun beragam dan lengkap dari anak-anak sampai orang dewasa.

Jadilah ketika saya mulai hamil, bermain ke perpustakaan adalah kebutuhan. Kalau saya ingat-ingat lagi, dari hamil sampai kemudian melahirkan anak pertama, buku-buku memang sudah menjadi bagian dari lingkungan di rumah. Istilahnya, di kamar tidur ada, di ruang tamu juga ada. Ketika bayi mulai merespon ketika mendengar suara ayah ibunya, maka itulah waktu yang tepat untuk mulai membacakan buku. Ada hadiah dari seorang kawan, sebuah buku yang lembut, yang kaya dengan pengalaman sensori untuk anak. Ya suara kresek-kresek, ya jenis material yang berbeda, juga warna buku yang tidak terlalu banyak.

Saya mendapatkan pemahaman bahwa ini semua adalah bagian awal dari mengajarkan anak membaca buku,  Ya, ternyata bagi saya, belajar membaca pada anak berawal dari tahapan yang disebut sebagai tahapan pra-membaca.

Baca juga tulisan sebelumnya ya.

TAHAP PRA - MEMBACA

Apa itu, tahapan pra membaca?
Mungkin jawabannya bisa berbeda-beda ya. Namun bagi saya, kegiatan pada tahapan pra-membaca berkaitan dengan segala pengalaman sensori anak.


1. Menemani anak saya bertumbuh, membuat saya sadar. Ketika anak pelan-pelan mulai bisa mendengar, lalu berkembang menjadi bisa mendengar berbagai jenis suara yang berbeda, akan sangat membantu mereka untuk mengidentifikasi bunyi huruf nantinya. Suara keras, suara lemah, suara ayahnya, suara ibunya, suara hujan, suara sendok jatuh, suara batu jatuh dan suara kipas angin semua berbeda. Semua spesifik. Jadi, indera pendengaran merupakan salah satu indera penting di awal tahap pra-membaca. Walau awalnya belum bisa mendengar, terus ajak bayi bicara ya. Agar lama-lama, ia bisa mengenali suara ibunya, dan merasa aman. 

Maka, mengenalkan anak dengan berbagai macam suara, membantu anak untuk melatih awareness tentang suara. Kelak, mereka akan dapat membedakan suara p, b, t, v dan d. 

2.  Indera lain yang saya rasakan mulai penting dalam tahap pra-membaca adalah indera peraba. Ya, segala sesuatu yang berkaitan dengan tekstur yang berbeda-beda, sangat membantu anak untuk nantinya mengidentifikasi bentuk huruf yang berbeda. Kalau di dalam lingkungan Montessori, ini kelak berkaitan dengan material pertama yang saya sebutkan sebelumnya. Ya, sand paper letter, material huruf yang terbuat dari sand paper. Kalau anak menyentuh, rasanya spesifik, agak kasar. 
Namun, bukan hanya itu tentunya. Ketika makan, memegang jenis bahan makanan yang berbeda akan membantu anak memahami sekitarnya. Kelak, dengan meraba bentuk permukaan yang berbeda, membuat anak bisa mengenali "rasa" huruf yang berbeda pula.
Maka saya bebaskan anak menyentuh apa saja yang berbeda-beda untuk meningkatkan sensitivitasnya di bagian peraba. Tentu saja, safety first.

Kalaulah ada satu kisah yang sangat melekat di hati tentang indera peraba ini, maka Hellen Keller adalah jawabannya. Seorang perempuan buta, namun kekuatan indera perabanya-lah yang membantu ia mempelajari dunia. 

3. Lalu kemampuan visual anak, alias indera penglihatan. Dalam kesehariannya, lambat laun, penglihatan anak harusnya mulai berkembang, dan bisa melihat perbedaan. Secara kasar, ketika anak melihat bentuk yang berbeda-beda, ini merupakan modal awal anak melihat jenis huruf yang berbeda-beda pula. Tentu saja saya memanfaatkan yang ada saja. Kalau di buku perpustakaan, buku dengan tema "bentuk "luar biasa banyaknya. Dari yang hardcover sampai buku biasa. Dan pengulangan dengan variasi kegiatan yang berbeda membuat jiwa eksplorasi anak terfasilitasi. Hehe.

"Prinsip saya, membuat anak "sibuk" sama dengan membuat Ibu jauh lebih sibuk. Minimal sibuk bersih-bersih hihi. Atau sibuk mengantar anak kesana dan kemari. Dan lebih baik sibuk sekarang daripada nanti-nanti. Yang penting indera anak tumbuh dengan baik, mengamati berbagai macam hal, baik di dalam rumah maupun di luar rumah."

Oya untuk urusan ini, saya memang rajin mengajak anak saya berjalan keluar. Dan mengajaknya berbicara. Ketika di rumah, saya banyak hubungkan dengan apa yang kami lihat di luar.
Misal,  ketika memegang piring, lalu saya hubungkan dengan gambar bulat yang kita temui di luar rumah. Saya tunjukkan persamaannya. Seperti tutup tempat sampah, lampu, tombol lift dan sebagainya.
Ketika melihat papan tanda di jalan berbentuk segitiga, saya tunjukkan bahwa di rumah ada potongan kertas berbentuk segitiga pula. 

Memang terkesan ribet ya, tapi saya hobby mengulang-ngulang hahaha

Namun ternyata, ini membantu anak bisa menghubungkan bentuk segitiga dengan bentuk huruf A misalnya. Anak jadi sensitif pada bentuk. Sensitif kalau huruf A itu mirip huruf H, ketika "ditutup" bagian atasnya. Sepele ya keliatannya. Tapi kalau kita hadir bersama anak, banyak sekali yang bisa anak serap.
Menurut pengalaman saya, semuanya bisa jadi terjadi secara alami, ketika pengalaman sensori mereka juga terstimulasi dengan baik. Dan saya meng-amini area Sensorial pada lingkungan Montessori sebagai area penting sebelum masuk area Bahasa. 


"Ketika anak bisa menghubungkan apa yang baru mereka pelajari dengan bekal apa yang mereka miliki sebelumnya, maka itu adalah pembelajaran. "


Nah, lalu bagaimana kalau menurut kita, anak kita gak paham-paham misalnya. Itulah fungsinya deteksi dini dan early intervention.  Kalau menurut kita ada yang tidak sesuai, feeling kita bilang harusnya sudah bisa tetapi anak belum bisa, bisa jadi karena variasi kegiatannya kurang alias anaknya kurang cocok pakai cara itu, atau bisa juga memang ada sesuatu yang kurang tepat untuk umurnya. Tentu kita tahukan dalam tumbuh kembang anak ada daftar milestone anak yang harus diikuti? Ketika milestone tidak terpenuhi, ada yang disebut sebagai red flag atau warning of danger. 
Saatnya bawa ke ahli, untuk pemeriksaan atau asessment lebih lanjut, untuk mengetahui langkah apa yang harus diambil. Paling tidak, kita tahu kondisi anak kita ada di state yang mana.


4. Ajak anak banyak bicara. 
Hehe. Terkesan sepele, namun ini saya rasakan betul perbedaannya ketika anak pertama dan kedua lahir. Berbicara disini, tidak hanya mendukung skill perkembangan bicara anak, namun juga membuat anak kaya akan kosakata. Ini akan membantu anak ketika harus menceritakan kembali apa saja yang telah dilaluinya. Atau apa saja yang ingin diungkapkannya. Mungkin benar, semua anak punya kemampuan masing-masing, namun pengalaman pribadi membuktikan, menyediakan waktu dan menatap mata anak ketika berbicara akan membantu anak dalam membaca nantinya. 
Dulu anak pertama, satu hari bisa minimal sepuluh buku sebelum tidur. Dan dia bisa terkagum-kagum dengan isi buku. Nampaknya, perkembangan imajinasinya terfasilitasi. Read Aloud kalau orang bilang sekarang, ya. 
Tanpa saya sadari, saya tidak melakukan hal yang serupa kepada anak kedua. Saya pikir, semua akan terjadi begitu saja. Namun ternyata, perkembangan bicara anak kedua, jauh berbeda dengan anak pertama. 
Sepertinya harus ada satu tulisan tersendiri untuk membahas kisah ini. 
Intinya, anak kedua saya tidak keluar satu patah katapun sampai dia berusia 2 tahun. Dia lambat bicara, Namun meskipun saya tidak tahu ada hubungannya langsung atau tidak, saya menyadari, dia tidak banyak mendapatkan stimulasi  membaca yang sama seperti kakaknya.


5. Sediakan waktu, waktu dan waktu untuk anak yang akan kita dekatkan dengan dunia membaca. Ketika lambat laun mereka mulai hafal satu huruf demi satu huruf, maka biasanya akan menular ke seluruh huruf. Ajak mereka cari huruf S dan T disuatu buku. Ajak mereka mencari huruf C dan B di dalam bus yang kita tumpangi. Biarkan anak mengeksplorasi huruf A dan K di buku menu tempat makan yang kita kunjungi. Atau bahkan menemukan huruf H di brosur-brosur yang dibagikan di jalan. Kita gak pernah tahu, insight mana yang akan diserap anak. 
Intinya, pengulangan, pengulangan, pengulangan. Antara bentuk dulu atau bunyi huruf dulu yang harus dikuasai? Untuk urusan itu, saya serahkan pada anak, mana yang dia tangkap dulu. Karena biasanya setiap anak memiliki preferensi yang berbeda-beda. Dan ketika memasuki umur dua tahun, lagu-lagu phonics akan cukup membantu. Lagi-lagi, ketika mereka bisa relate, maka pembelajaran terjadi. 

Bunyi "sssss...." untuk huruf S
Bunyi "zzzzz..." untuk huruf Z
Bunyi "mmm.." untuk huruf M
dan seterusnya. 

Yes, bunyi huruf atau phonics adalah kunci.

Oya, ada satu pencerahan yang saya dapat juga dari mentor saya. Anak itu suka mengobservasi. Kalau anak sepertinya tidak melihat, biarkan dia mengamati kita yang bermain dengan huruf. Atau biarkan anak kedua, melihat kakaknya yang bermain huruf. Tanpa kita tahu, mereka menyerap lebih cepat daripada apa yang kita bayangkan. Give him, something great to imitate.  Insyaallah, baik untuknya. 


MENGGABUNGKAN BUNYI HURUF

Ketika kita merasa tahapan pra-membaca di atas telah terlalui dengan baik, maka mari bergerak maju. Jika anak mulai mengenal dan menghafal huruf beserta bunyinya dan terlihat bahagia, maka mari kita mulai menggabungkan bunyi huruf.

Blending sounds kalau yang sering saya sebut.
Singkatnya...

i dan n......menjadi in
i dan t...... menjadi it
i dan g ..... menjadi ig

s dan h ... menjadi sh
s dan t ..... menjadi st
a dan i.... menjadi ai

dan sebagainya.

Begitu terlihat anak paham, lanjutkan :

b dan in .... menjadi bin
b dan ig..... menjadi big
s dan it .... . menjadi sit

Tentu saja, ini akan berkembang menjadi kata-kata yang lebih kompleks. Namun, sedikit demi sedikit, ketika anak berhasil menemukan kata-kata in, it atau is di dalam buku cerita yang mereka dapat, sesungguhnya sense of achievement mereka melonjak. Lagi-lagi, pengulangan yang serupa, saya lakukan. Mencari is di brosur, mencari in di buku menu, mencari ig di bus yang kita tumpangi dan berbagai variasi lainnya. Ya, kreatif juga adalah kunci penting berikutnya. 

Lalu, apa iya harus selalu begitu caranya? Ternyata tidak juga. Pasti akan ada banyak kejutan. 
Saya harus akui anak pertama saya, belajar membaca karena hafalan. Karena sering mengulang-ulang buku yang sama, dia tahu mana is , in, ig, on, of begitu saja. Dan menular ke kata-kata yang lebih kompleks. Seperti ship, boat, clean. 

Ternyata mungkin bisa saja ya anak menghafalkan, namun tantangannya muncul ketika belajar menulis alias spelling . Karena dia biasa menghafalkan dan membaca bentuk suatu kata, namun kurang paham ketika harus menuliskannya. Dia harus mundur lagi, mengingat lagi bunyi "sh" dalam "ship" itu, terdiri dari huruf apa saja. Di situlah saya baru mengenalkan sh terdiri dari s dan h. 

Dan begitu selanjutnya. Sepanjang perjalanan, saya banyak menemukan insight bagaimana anak saya suka belajar. Misalnya, saya menempelkan label di rumah. Iya, saya tempel aja disuatu lokasi. Lalu, biarkan anak melihat kata itu setiap hari. Ternyata dia cocok juga dengan cara itu. Sampai akhirnya saya iseng membalik satu huruf. Katakanlah, ship saya tulis sihp. Dan, dia "ngeh" ternyata kalau yang saya tulis itu salah. Wah, berarti terekam ya sebetulnya, walau saya tidak setiap hari mengatakannya. 

Saya merasakan betul, menjadi ibu berbeda dengan menjadi guru TK. Di rumah berbeda dengan di sekolah. Jadi ketika di sekolah ada sistem terstruktur, terencana, ada tim untuk bekerja sama, kadang di rumah tidak demikian. Saya menerapkan integrated learning ala saya. Hihihi. Saya kadang mengintegrasikan hal-hal yang perlu saya lakukan dikombinasi dengan belajar anak. 


Buka label keju, ada huruf apa saja ya Nduk ?
Buka kaleng jamur, tulisan di labelnya apa saja ya ?
Sediakan papan tulis magnet di kulkas, sambil membiarkan anak mencoret-coret. 
Dan sebagainya. Dan seterusnya. 

Sampai sekarang pemahaman dan keyakinan saya semakin bertambah. Menyiapkan lingkungan untuk anak tidak hanya melulu tentang material apa yang digunakan, tetapi seberapa engage-nya kita dengan cara anak kita belajar. Sejauh mana kita mau menyelami; kadang kita harus masuk ke dunia anak, kadang membiarkan anak juga menikmati dirinya. Beri ia juga waktu untuk mengenali dirinya. Tidak ada yang lebih indah daripada melihat anak menikmati apa yang dilakukannya. Selain terfasilitasi rasa ingin tahunya, ia juga perlahan menikmati input yang didapat. 

Oya, satu insight pribadi yang saya rasakan juga, bahwa pada akhirnya, anak bisa membaca itu adalah bonus istimewa. Karena yang saya niatkan di awal adalah anak terbiasa dengan huruf, biasa melihat informasi berbentuk tulisan, mendapatkan manfaat dan keuntungan dari banyak membaca buku membuat anak cinta dengan buku dan tulisan. Ketika anak mulai merasakan manfaatnya, saya rasa keinginan untuk segera mulai membaca akan segera tumbuh dengan sendirinya. Dan, pelan-pelan akan terbuka jalan untuk menjadi pembelajar mandiri. InsyaAllah. 


Well, demikian pengalaman saya. Apakah ada yang sama, atau justru berbeda? 
Apapun itu, semoga kita tetap semangat membersamai anak menemukan cara belajar mereka, ya. :)


Salam,

A. N. Y























You Might Also Like

0 komentar